Monday, December 28, 2015

Terbangkan Saja Aku Pada-NYA (part 1)

Posted by Gigikucing at 3:10 PM
Ada cerita tentang seorang gadis yang tengah berperang dengan tubuhnya sendiri. Bukan karena tubuhnya seorang monster atau setan yang menelanjangi seluruh tubuhnya sehingga membuat gadis itu terikat dengan yang ia perangi.
Bunga, begitulah orang-orang memanggil namanya. Rasanya lengkap bagi dirinya.

Harta kekayaan orangtuanya yang tidak akan habis sampai tujuh turunan. Kedua orangtuanya pengusaha property yang memiliki ratusan kawasan perumahan real estate elit. Otaknya? jangan ditanya, piala lomba menang olimpiade sains berjubel di lemari kaca raksasa yang dipajang di ruangan keluarga.

Parasnya? Kulit putih langsat keturunan gadis Jawa asli, matanya hitam pekat bagaikan buah lengkeng. Kala tersinari matahari maka matanya bagaikan cermin yang memantulkan cahaya. Walaupun giginya terpenjara oleh barisan kawat yang tersusun rapih namun, kala ia tersenyum maka giginya yang putih berseri bak permata. Tambah dua lesung pipit di pipinya membuat wajahnya semakin manis.

Rambutnya bagaikan ombak hitam legam menjuntai sampai pinggangnya. Tanpa harus perawatan rutin ke salon pun rasanya sudah bagaikan rambutnya artis-artis yang sering muncul di televisi mengiklankan produk-produk shampo. Namun semua keindahan rambutnya itu selalu dijaga dengan selembar kain yang sempurna menutupi keindahan rambutnya itu. Bukan, bukan sekedar rambut namun seluruh tubuhnya sempurna ia tutupi dengan balutan pembatas bernama jilbab.

Perangainya? Bahasa tuturnya lembut, begitu santun kala bertutur.  Membuat siapapun yang bertemu dengannya terpesona akan sikapnya. Siapapun pasti akan terpana bukan hanua karna parasnya saja tapi juga karena perangainya. Semua itu sempurna di mata orang-orang. Namun tidak bagi dirinya sendiri.

Mata Bunga masih terpejam, seakan-akan sulit untuk terbuka. Tak ingin rasanya untuk membuka kedua matanya. Karena ia akan tersadar bahwa dalam dirinya tidak sesempurna penilaian orang-orang banyak. Bunga menjalani rutinitas hariannya kini hanya dengan mengatur kantor milik ayahnya sendiri. Rapat, bertemu klien, dan mengembangkan usaha properti ayahnya itu. Begitu saja yang ia alami setiap hari. Tanpa semua orang sadari Bunga selalu merintih oleh sesuatu yang entah itu monster ataukah setan di dalam tubuhnya. Setiap malam ia merintih, karena sosok yang entah apa itu namanya selalu menggetarkan sekujur tubuhnya. Bunga hanya merintih akan sakit yang ia rasakan.

Sampai kapan harus seperti ini? Selalu saja tubuhnya bagaikan ditusuk-tusuk ribuan jarum. Membuat rintihan yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. Tak ayal dirinya memasukan puluhan obat untuk sekedar menahan rasa sakitnya itu. Semua rasa sakitnya hanya akan terasa tatkala malam menjemput. Tak ada lagi sinar yang menerangi hari.

Kala senja menjemput pekatnya malam, ia selalu merasa takut. Takut akan monster dalam tubuhnya yang selalu bangkit. Bukan, Bunga bukan seorang monster serigala jadi-jadian. Bunga adalah bunga yang sempurna menutupi rasa sakitnya hingga tak ada satu orangpun dalam keluarganya tahu bahwa Bunga tengah terjangkit suatu penyakit yang entah apa itu namanya. Hanya dokter pribadinya yang tahu akan kelainan yang ada pada tubuhnya.

Sepandai-pandainya menyembunyikan bangkai pasti baunya akan tercium juga. Pepatah itu memang benar adanya. Bunga hendak berjalan menuruni tangga kamarnya, ia pun terjatuh seketika tanpa ada penghalang ataupun sesuatu yang membuat kakinya tersangkut. Kepalanya terbentur ujung pegangan tangga yang terbuat dari beton porselin. Seisi rumah gempar akan kejadian itu, para pembantu di rumahnya panic segera menelpon rumah sakit keluarga. Ayahnya terpaku melihat anak semata wayangnya berkucuran darah dari kepalanya. Jilbab yang ia kenakan berlumuran darah segar.

“Bungaaa..!” Teriak ibunya kala melihat anaknya tergeletak di ujung tangga. Seketika ia memeluk tubuh bunga bersimbah darah segar terpercikkan ke tubuh ibunda. Tak lama ambulan pun datang segera petugas ambulan berhamburan menggotong tubuh Bunga masuk ke dalam ambulan.

Gelap dan remang tak menentu. Bunga tersadar entah berada dimana tubuhnya. Bukan di rumah sakit, bukan pula di rumahnya sendiri. Sampai ia menemukan setitik cahaya pudar yang semakin benderang. Bunga berusaha berdiri menepi cahaya itu namun tubuhnya berat. Seakan-akan tubuhnya tertimpa batu besar.

“Apakah gerangan ini semua? Rasanya begitu berat menggerakkan tubuhku.. Yaa Tuhan telah sampaikah aku di penghujung usia? Dimana aku ini? aku tahu penyakitku memang tidak jelas asalnya, bahkan dokter pribadiku tak tahu apakah ini. Tiap malam menjemput selalu saja terasa aneh dengan tubuhku. Aku lelah terus seperti ini.. aku bosan harus selalu menghabiskan uang untuk sekedar konsultasi dengan dokter itu yang dengannya tanpa berbuah apa-apa. Aku bosan jika tiap malam kaki ku tak dapat leluasa bergerak. Hanya bisa terbaring di kasur kamarku. Aku ingin seperti orang normal lainnya. Bisa berlari, bercengkrama dengan keluarga, bisa hangout bareng teman-temannya. Aku? Entah nikmat apa lagi yang aku ingkari?” gumam Bunga dalam baringannya yang ia sadar entah berada dimana saat itu.

Seluruh bagian tubuhnya telah di rontgen. Ada kejanggalan dengan bentuk tulang nya. Tulang belakangnya melengkung sehingga hampir membentuk huruf “S” entah berasal darimana, keturunan bukan.. semua itu tiba-tiba saja terjadi. Dokter mendiagnosa bahwa Bunga terkena kelainan tulang, skoliosis. Kini saraf tulang belakangnya mulai terjepit karena sehari-hari selalu naik turun tangga rumahnya. Entah apa penyebabnya sehingga para dokter-dokter ahli disana sering menyebutkan idiopathic.Tiba-tiba Bunga terjatuh pun salahsatunya karena saraf yang terhungung untuk menggerakkan kakinya tiba-tiba saja berhenti menjalankan tugas sebagaimana mestinya.

Bunga masih memejamkan matanya, hampir dua belas jam matanya terus mengatup. Entah berapa puluh labu darah masuk kedalam tubuhnya. Terus menyambung nyawa dengan beralaskan alat-alat rumah sakit. Mungkin orang-orang menyangka bahwa bunga belum juga sadar. Namun antah berantah di dunia lain yang hanya Bunga sendiri ada disana ia terbujur kaku akan sadar dirinya.

“Aku tahu betul kelainanku seperti apa.. ahh mungkin orang-orang akan tahu apa kelainan yang ada pada tubuhku ini.. aku bosan bosan dan bosan kalau terus seperti ini. aku ingin normal seperti yang lain, tanpa beban dan derita. Mungkin aku kurang syukur, mungkin aku terlalu kufur akan nikmat yang selama ini melenakan duniaku. Aku lelah lelah dan lelah jika harus seperti ini terus. Aku ingin bebas bagaikan burung yang terlahir dan kemudian belajar terbang, menyerahkan dirinya pada angin pada alam yang akan membawa dirinya terbang kemana saja ia mau. Aku ingin bebas bagaikan serpihan-serpihan dandelion terhembus angin,” sekali lagi Bunga bergumam tanpa ada yang mendengar.

Cahaya pudar menjelma sang surya. Setitik benderang meluas terangkan sekitar Bunga. Sungguh ia masih tak mengerti akan apa yang terjadi dengan dirinya sekarang. Tanya-tanyanya belum juga terjawab. Karena entah dimana dia sekarang. Bukan dirumah, bukan di rumah sakit, bukan pula di kantor tempat ia bekerja. Bunga tidak dimana-mana. Entah tempat apa namanya dan mengapa tubuhnya masih terbujur kaku sehingga sulit untuk digerakkan.

Cahaya semakin benderang menyilaukan mata. Bunga memicingkan kedua matanya. Hingga muncul sesosok berjubah putih mendekati tubuhnya.

“Siapa? Siapa kamu?” Tanya bunga mulai panik.

Sosok itu tak juga menjawab. Namun sosok itu semakin mendekati Bunga.

“Siapa?! Siapa kamu?!” Tanya bunga semakin meninggi.

“Rrrr.. rrr..rrr” sosok berjubah putih itu mengeluarkan suara samar-samar.

Bunga memejamkan kedua matanya. Sosok berjubah putih itu semakin dekat kemudian mendekati Bunga.

“Sampaikah disini ajalmu? Sudah yakinkah akan hidupmu selama ini? Sudah sesuaikah tujuan hidupmu di dunia ini dengan fitrah penciptaanmu?” sosok berjubah putih itu berbisik.

Lamat-lamat Bunga membuka kedua matanya namun sosok berbaju putih itu berhembus bagaikan angin menempa seluruh tubuhnya. Bagai menghujam tubuh Bunga seketika berdebar detak jantungnya tak menentu.

Di sebuah kamar VIP Rumah Sakit Bunga perlahan membuka matanya. Tertidur di samping kasur tempat Bunga berbaring. Sesosok lembut yang selama ini membesarkan dirinya.

“Ii.. ibuu” lirih Bunga.

Sang ibunda terusik dari tidurnya. Selama dua puluh empat jam ibu berada disampingnya menantikan kesadaran anak semata wayangnya.

“Bungaa! Sudah siuman juga kau nak,” ungkap ibunda sumringah.

Bunga hanya tersenyum. Dalam senyum simpulnya ia masih terngiang akan tanya-tanya sosok berbaju putih yang hadir dalam masa kritisnya. Entahlah itu siapa, membuatnya merenung akan hidupnya selama ini. sudah sesuaikah?

~To Be Continue

0 comments:

Post a Comment

 

Coretan Gigi Kucing Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea