Tangan kiri gigikucing Patah >_< |
Seperti biasanya hari selasa
adalah jadwal mengajar les privat yang paling banyak yakni ketiga adik dengan
rumah yang berbeda-beda. Ada yang di Cihanjuang rahayu, Cikutra, dan di Cijawura.
Kebetulan hari selasa ini saya libur kuliah. Jadi saya bisa mengajar les full
dari pukul 12.00 sampai pukul 21.00. Tiba-tiba Ua Lilis mengirimkan sms sekitar
pukul 10.00, isinya Ua Lilis meminta tolong kepada saya untuk mengambilkan
hasil rontgen nenek saya di RSUD Ujung Berung. Tanpa pikir panjang saya
mengiyakan.
Setelah shalat dzuhur, saya baru
berangkat ke rumah Ua Lilis. Setibanya disana saya mendapati Ua Lilis tengah
terbaring di kamarnya. Segera saya bergegas menuju RSUD untuk mengambil asil
rongen nenek. Mungkin sekitar 10 menit saya ada disana, di tangan saya telah
dapat rontgen Sarah Sumanah, nenek saya. Tempat selanjutnya yang saya tuju
adalah rumah nenek, untuk menyampaikan hasil rontgen.
Nenek duduk di kursi ruang tamu
sambil makan telur rebus saat saya datang. Mengobrol sebentar, sekedar bertanya
kabar nenek. Sempat nenek menawari saya makan terlebih dahulu, namun saya harus
bergegas ke Cihanjuang rahayu, tempat mengajar les pertama saya tepatnya ke
rumah putri dan ibnu.
Tiga puluh menit perjalanan saya lancar-lancar
saja. Namun setelah turun jalan layang pasupati saya mulai mengantuk. Terlebih lagi
saat masuk jalan setiabudi. Bahkan saya sempat oleng setelah melewati masjid
Cipaganti. Saya melihat ke sekitar jalan ada tukang Es Cendol, sempat terpikir
untuk singgah seberntar untuk membelinya, namun berhubung waktu sudah hampir pukul
14.00 saya harusnya sudah tiba di rumah putri. Akhirnya saya urungkan niat
membeli es cendol itu.
Motor yang saya bawa terus melaju
menyusuri jalan setiabudi, dengan agak terkantuk-kantuk. Hingga sampai di
pertigaan geger kalong hilir saya belok dan saat itu mungkin saya benar-benar
oleng. Mungkin juga mata ini tengah terpejam sempurna.
Akhirnya saya terhenti karena
menabrak bagian belakang angkot. Jelas sekali seketika saya tersadar telah
menabrak angkot warna hijau yang ada di depan saya. Seketika itu juga saya
terjatuh ke tengah jalan.
“Astagfirullahaladzim…
Astagfirullahaladzim… Astagfirullahaladzim…!”
Mulut ini terus melafalkan
kalimat istigfar, mata ini masih terbuka melihat serpihan-serpihan spakboard
motor saya berserakan. Dari arah berlawanan sebuah mobil kijang inova menabrak
saya. Semuanya berlangsung sangat cepat. Warga sekitar membawa saya dan motor
yang saya kendarai ke pinggir jalan. Badan saya lemas sempurna tak berdaya. Orang-orang
mengerumuni saya. Pandangan mata ini menggelap, telinga ini mendenging, kepala
pusing tiada tara.
“Teh, itu.. itu.. hidungnya
berdarah” kata seorang gadis disamping saya.
Saya berusaha mengangkat kedua
tangan namun tangan kiri saya benar-benar tak dapat digerakkan. Hanya tangan
kanan yang dapat menyentuh hidung saya, dan benar darah segar itu mengalir dari
bawah hidung saya. Ada yang berteriak untuk mengambilkan saya minum. Saat
segelas air minum dengan sedotan itu disodorkan pada mulut saya, namun saya
seolah-olah lupa caranya menyedot minuman saking lemasnya saya tak kuasa
menyedot air minum itu.
Orang-orang disekitar saya tampak
kebingungan, lalu seorang bapak-bapak menyarankan untuk membawa saya entah
kemana. Sebuah angkot kuning yang kosong berhenti di depan saya, serentak
orang-orang menggotong saya masuk kedalam angkot itu. kemudian membaringkan saya di kursi panjang dalam angkot. Sementara itu mulut saya
masih saja beristigfar, semakin cepat dan lirih.
Tas yang saya gendong dijadikan
bantal. Mulut ini terhenti melafalkan kalimat istigfar. Kemudian dengan sekuat
tenaga saya bertanya.
“Ini mau kemana?” tanyaku dengan
terbata-bata dan lirih.
“Mau ke rancabadak neng, RSHS” jawab
seorang bapak yang membawa saya. Disebelahnya ada seorang pemuda yang menemani
saya. Entah siapa mereka berdua saya tidak kenal.
“Ma mah.. ingin telpon mamah”
ungkapku lagi masih dengan terbata-bata.
“Hp nya ada?” Tanya si pemuda
itu.
“Ada disini” jawab saya sambil
menunjukan tas selendang kecil warna abu-abu yang biasa saya bawa. Si pemuda
itu mengambil HP saya, kemudian menyerahkan HP itu kepada saya.
“Ini tolong telpon mamah saya”
ungkapku. Lantas saya tunjukan nomer kontak mamah. Saya menyerahkan kembali HP
saya kepada pemuda itu.
Setelah pemuda itu menelpon mamah
saya, HP diberikan lagi kepada saya. Alhamdulillah tangan kanan saya masih bisa
digerakan untuk sekedar mengirim SMS member kabar kepada sodari, kepada bunda
ibnu, kepada sahabat saya, dan kepada teman sekelas saya. Bunda ibnu langsung
menelpon saya, saya pun menjawab telpon dengan suara masih terbata-bata. Begitupun
sahabat saya yang langsung menelpon saya.
Setibanya di RSHS saya diturunkan
dari angkot, berpindah ke kasur roda. Saya langsung dibawa ke ruang IGD. Disana
saya menunggu, karena prosedurnya harus daftar dan membayar administrasi
terlebih dahulu. Suster dan dokter yang ada di ruang IGD itu hanya menatap
nanar terhadap saya. Disisi lain saya miris, bagaimana kalau pasien yang
terluka parah dari saya dibiarkan seperti ini? Mungkin bisa-bisa keburu
kehabisan darah bahkan sampai meninggal.
Pemuda yang membawa saya ternyata
tidak membawa uang banyak, saya ingat di dompet saya ada uang 40ribu. Maka saya
menunjukkan dompet saya yang berada di dalam tas. Ia pun menanyakan KTP saya,
tentu ada disana. Barulah setelah membayar pendaftaran dan administrasi saya
dibawa ke ruang bedah IGD. Disana perawat membersihkan luka di wajah, sedangkan
dokter menanyakan apa yang sakit. Saya menjawab tangan kiri saya tidak bisa
digerakkan. Kemudian dokter itu menggunting lengan baju saya untuk memeriksa
tangan kiri saya.
Ia mendiagnosis lengan saya fracture
(patah tulang). Ia menyarankan agar saya foto rontgen. Namun seperti biasa,
tidak akan ditindak lanjuti jika belum melakukan pembayaran administrasi. Saya bingung,
uang yang tersisa ada dalam kartu ATM saya. Untunglah saat itu ada kak deni dan
kakak-kakak PAS lain yang datang di waktu yang tepat. Saya berkata pada kak
deni.
“Tolong, bayarin buat foto
rontgen di loket C” kata saya.
Kak deni langsung menuju loket C
untuk melakukan pembayaran. sementara itu kak tezar dan kak cakra hanya menatap
nanar ke arah saya. Tak beberapa lama kemudian mamah tiba. Pun sama hanya
menatap iba kepada saya. Para perawat hendak memasangkan selang infuse kepada
saya. Bapak pun datang dan berdiri disamping tempat saya berbaring. Setelah selang
infuse terpasang, saya didorong menuju ruang radiologi IGD untuk foto rontgen.
*tulisan ini saya ketik dengan tangan kanan saja masih bersambung ke part 2 klik disini
0 comments:
Post a Comment