Sebenarnya ini bukan tulisan saya, pun ini bukan sebuah cerpen. Ini adalah sepucuk surat dari seorang akhwat (Perempuan) kepada seorang ikhwan (laki-laki). Semoga dapat diambil pelajaran dan hikmahnya.
Surat Jujur Seorang Ukhti
Assalammu'alaikum warahmatullah wabarakatuh
afwan sebelumnya, akhi...
sebenarnya tak seharusnya aku menulis ini, karena memang tak sepantasnya aku mengungkapkan hal ini.
akhi, afwan sekali lagi ...
sudah
sangat lama aku memendamnya terserah antum mau membacanya hingga akhir
atau langsung membuang
surat ini setelah membaca kalimat terakhir
paragraf ini...
akhi, afwan jiddan...
sejujurnya sulit
untuk mengungkapkan apa yang menyiksa ini, tapi harus aku utarakan
karena tak dapat lagi aku memendamnya sendiri...
sudah sejak lama perasaan itu menghampiriku, akhi...
Terhitung sekitar tujuh bulan lalu. Tepat ketika kita berkenalan
dalam organisasi yang sama. Kemudian perkenalanpun berlanjut saat kita
berada pada satu kepanitiaan sebuah acara. Aku senang karena dapat
berpartisipasi dengan baik disana.
Tepat usia kita di organisasi
itu menginjak satu bulan, aku menemukan yang janggal darimu. Kau mulai
menanyakan sesuatu yang sedikit tak begitu penting dalam pesan
singkatmu padaku. Dan kau semakin sering mengirimiku pesan-pesan
tausyiah.
Tak bisa kupungkiri, aku senang akhi, sangat senang.
Tapi tetap saja aku merasa janggal dengan sikapmu itu. Bahkan beberapa
hari selanjutnya kau menanyakan bagaimana kabarku dan maminta izin
untuk sekedar mengobrol sedikit.
Parahnya aku meng-iyakan dan
memperbolehkan. Aku kira tak akan berlanjut hingga larut. Namun entah
apa yang menghambatku, aku tak bisa menghentikan pembicaraan itu.
Mungkin syaitan telah menguasai kelemahanku. Astaghfirullah…
Kemudian
ia kembali berlanjut hingga hari kesekian. Subhanallah, entah apa yang
merasukiku. Aku tak tahu perasaan itu. Namun tiap kau mengirim pesan
meski itu hanya sebuah pesan tausyiah aku merasa istimewa. Apalagi
selanjutnya kau mengajakku mengobrol panjang lebar. Makin berbungalah
aku yang kemarin masih sebuah kuncup yang malu-malu.
Astaghfirullah,
aku malu mengingatnya akhi. Saat kau mulai memuji sesuatu dariku meski
hanya pujian biasa yang kau utarakan juga pada saudaramu yang lain.
Atau sekedar salam ukhuwah yang biasa kita sampaikan pada rekan
seperjuangan. Itu semua telah mengubahku. Mengubah cara pandangku
padamu. Padamu yang kini mulai istimewa dimataku.
Aku tak bisa
mengelak, aku mulai tersihir dan jatuh. Jatuh pada perasaan yang dibalut
indah oleh musuh sejati kita, syeitan yang terkutuk itu.
Masyaallah…siasat syeitan itu sangat halus bukan, akhi? Aku merasakannya kini. Astaghfirullah…
Sekian lama pula aku mengingkari siasat ini. Aku yakin kau terjaga
dan takkan melakukan hal bodoh macam apapun. Dan aku yakin kau lebih
mengetahui tentang masalah itu. Masalah yang selalu menjadi topik
hangat saat kita seusia remaja. Aku sangat yakin kau lebih faham. Kau
lebih faham.
Berkali-kali aku menyalahkan sikapku yang salah
menilaimu pada waktu yang salah. Berkali-kali pula aku menghakimi
nurani yang mulai khawatir. Aku meyakinkan nurani, ini hanya sebuah
obrolan biasa rekan seorganisasi, jadi memang akulah si empunya salah.
Akulah yang terlalu berlebihan memandang sikapmu itu.
Namun aku
makin terhuyung tak berdaya saat aku membaca salah satu syairmu yang kau
tujukan padaku. Jelas-jelas kau menulis namaku disana. Kemudian syair
itu sepertinya sengaja kau simpan diatas bukuku agar aku membacanya.
Akhi,
akhwat mana yang tak akan melayang mengangkasa dan berbunga semerbak
saat membaca syairmu? Ia sangat indah. Sangat indah.
Tapi aku kembali tersungkur. Seharusnya tidak seperti ini. Tidak! Kau lebih faham akhi. Lebih faham!
Kenapa kau seperti itu? Kenapa?
Malamnya
kau mengungkapkan permintaan maafmu karena telah membuatku begitu
bingung dan tak karuan membaca syairmu. Kau bilang hanya mengungkapkan
perasaan kagum dan sayang sebagai seorang kakak pada adiknya.
Apakah
itu dibenarkan? Apakah itu dibolehkan? Apakah kau tak mengerti aku ini
akhwat lemah yang sama seperti akhwat lain. Yang begitu mudah tertipu
oleh ucapan indah dan mudah berbunga oleh senyuman manis? Apakah dengan
status yang kau legalkan atas nama seorang kakak dan adik angkat kau
nyaman mengungkapkan segalanya tanpa melihat aku yang kembali terkoyak?
Akhi, afwan aku….entah bagaimana aku mengungkapkan ini padamu.
Kau
ingat saat dalam candamu kau mengatakan ingin meminangku? Kau
ingatkah? Aku sangat tersanjung dan senang saat itu. Karena akhirnya
kau akan menghalalkan hubungan yang mengganggu batin ini. Namun
lagi-lagi itu hanya lelucon dan omong kosong belaka ternyata. Aku
kembali hancur. Hancur!
Akhi, kau mungkin tak akan melihat linangan
air mataku kali ini. Aku menangis tersedu. Bukan karena permainan
perasaanmu. Bukan pula cengeng karena merasa terombang-ambing. Namun
aku menangis karena aku menyesal. Aku kalah. Aku kalah pada nafsuku
yang disisipi siasat itu. Aku kalah akhi. Aku kalah.
Aku menangis
karena mengyesal telah melakukan perbuatan paling bodoh sedunia.
Karena aku membuka pintu bagi siasat itu berada dalam relung. Kemudian
menyamar indah bak bintang kejora. Membawaku mengelana di semesta raya
yang kemilau. Kemudian memberiku zamrud yang indah. Namun tanpa sadar
aku sebenarnya berada pada jurang hina. Bermain dengan cacing-cacing
tanah dan membuat lubang hitam dengan batu pekat yang berbau tajam.
Aku
menangis karena aku menyadari dirikulah yang membuatmu terjatuh dalam.
Akulah sumber salahmu yang membuatmu melepaskan hijab dan izzah yang
selama ini kau pegang erat. Akulah yang menjadi noda di beningnya
hatimu. Akulah yang membiarkanmu jua tenggelam dalam siasat menyesatkan
ini.
Maka maafkan aku yang khilaf ini akhi. Maafkan aku yang berlumur dosa ini. Maafkan aku yang menggunung salah.
Maka saat ini aku tegaskan, jangan pernah lagi menanyakan apapun
padaku. Jangan lagi mengirimiku pesan apapun. Dan jangan mencari
keberadaanku dimanapun tempat yang akan kau jadikan tempat pencarianku.
Aku ingin menjauh dan menenangkan diri. Kembali pada Illahi mungkin
belum terlambat.
Akhi, jika kau tak bisa mamahami pintaku ini, maka MINTALAH AKU PADA ORANGTUAKU DAN HALALKAN AKU BAGIMU !!
Saat
ini, mari bermuhasabah. Aku disini dengan hatiku, dan engkau disana
dengan hatimu. Aku yakin Allah Maha Pengampun dan Penyayang. Maka aku
takkan menyianyiakan teguran sayangnya ini. Agar aku dapat dicemburui
bidadari bermata jeli di syurga sana. Mari manetap kedepan dan terus
berkarya. Mari lupakan kesalahan dan khilaf dimasa lalu. Aku disini
dengan mimpiku. Dan kau disana dengan mimpimu.
Afwan jangan mencariku dan menghubungiku lagi. Kutegaskan, JANGAN MENCARIKU DAN MENGHUBUNGIKU. Semoga kau mengerti.
Terimakasih
karena telah membaca hingga akhir suratku ini. Maafkan aku yang lemah
dan tanpa daya. Syukran jazakallah. Semoga Allah menjaga kita dari
godaan Syaitan yang terkutuk.
Assalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Tamu Kecoretan GigiKucing
Blog Archive
Translate this blog
Entri Populer
-
Sebenarnya ini bukan tulisan saya, pun ini bukan sebuah cerpen. Ini adalah sepucuk surat dari seorang akhwat (Perempuan) kepada seorang ikhw...
-
Di sebuah kota tentram bernama Bandung, hiduplah tiga sahabat kecil. Mereka disebut trio sundaers yang terdiri dari Sangkuriang, Kabaya...
-
Hasil Rontgen tangan kiri gigikucing di RSHS Saya tak melihat kak deni, ka tezar, kak cakra, dan dua orang pemuda yang telah menolon...
-
“Mama akan memberikanmu uang kalau kamu mau merubah sikapmu,” tegas mama yang sejak tadi masih duduk tenang di kursi ruang tamu. “Mah ...
-
“Kak, mau sampai kapan di PAS?” tanya seorang kakak padaku. “He? Kok nanya gitu?” jawabku sambil mendelik. “Iya ingin tahu aja, ...
-
Tangan kiri gigikucing Patah >_< Seperti biasanya hari selasa adalah jadwal mengajar les privat yang paling banyak yakni ketiga ...
-
Masjid Salman ITB Kenapa ya aku bisa ada di salman ITB? Takdir, ya takdir yang dimulai dari kesasarnya di Institut Teknologi Bandung (...
-
Oleh: Neisa Andriana* Subuh yang sunyi. Si Tengah di rumah sepupunya, Si Bungsu saya biarkan lelap –semakin nyenyak bila tidur di ka...
-
Aku pejamkan kedua mataku. Namun entah kenapa sosoknya justru semakin jelas terlihat. Senyumnya terkembang. Gigi gingsulnya melengkapi s...
-
Sebuah petualangan pemuda bahari selama dua puluh empat hari menyisakan kenangan-kenangan yang tak pernah terlupa. Betapa tidak? Karena i...
Saturday, February 18, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment