Monday, October 14, 2013

Tatkala Cinta Berlabuh

Posted by Gigikucing at 3:46 PM

Aku pejamkan kedua mataku. Namun entah kenapa sosoknya justru semakin jelas terlihat. Senyumnya terkembang. Gigi gingsulnya melengkapi segurat senyuman. Manis. Pipinya merah merona bagai buah delima yang ranum. Aku tutup kedua telingaku. Namun entah kenapa aku semakin jelas mendengar tawa candanya. Suaranya
yang begitu khas layaknya suara anak-anak berceloteh. Begitu melekat, erat.

Apa ini? Kenapa sosoknya begitu sulit dilupakan? Tatkala dia tampil di depan umum saat itulah kedua mataku tak berkedip. Saat itulah kedua telingaku merekam jelas suaranya, canda riangnya. Tak pernah sebelumnya aku merasa seperti ini. Ingin rasanya aku kenal lebih dekat dengannya.

Acara seminar hari ini pun usai. Aku hendak menghampiri dia untuk sekedar foto bersama. Kemana dia? Ah itu dia tengah asik bercengkrama dengan teman sekelompoknya.

“Boleh foto bareng? ” ajakku.
“Hmm.. boleh gak yaah?” jawab gadis berjilbab putih itu. Kemudian ia menutup wajah dengan kedua tangannya seraya berkata “Silakan kalau mau dipoto”.

Kemudian aku berdiri di sampingnya namun agak berjauhan, akupun tidak melihat kamera. Badanku menyamping sehingga jadilah foto yang tampak di gambar itu. Entah mengapa aku sangat suka foto tersebut. Karena dibalik foto itu ada cerita yang sangat berkesan untukku. Sejak aku meminta foto bersama aku terus perhatikan dia. Walaupun ia tak tahu bahwa aku selalu perhatikannya.

Sebuah kenangan tak terlupakan saat rombongan peserta kegiatan ini pelesir di Bali. Tempat yang kami kunjungi adalah kantor gubernur Bali. Disana kami disambut hangat oleh Bali, sebuah audiensi dengan gubernur Bali. Tapi bukan disini pengalaman tak terlupakannya. Setelah itu rombongan kami pergi ke monument perjuangan rakyat Bali (Monju). Cukup ditempuh dengan berjalan kaki dari kantor Gubernur tadi.

Dari kejauhan tampak sebuah bangunan berdiri megah bak candi. Dengan sebuah menara menjulang ke langit. Ya itulah Monju. Sesampainya di Monju, mata ini berpendar-pendar mencari sosok dia. Ah itu dia, tengah berfoto bersama dengan teman sekelompoknya. Saat itu terpercikkan rasa-rasa kesal. Entah mengapa dia bisa dekat dengan salah seorang laki-laki sekelompoknya. Kemanapun ia pergi pasti selalu bersama laki-laki itu. Sepertinya aku cemburu.

Aarrgghh kenapa pula aku mesti cemburu dengan apa yang belum aku miliki? Aku menjauh dari gadis itu. Setelah puas melihat-lihat sejarah rakyat Bali dan berfoto-foto ria langkahku terhenti. Dia tampak riang sekali memberi makan ikan-ikan yang ada di kolam sekitar Monju. Sedangkan teman laki-lakinya asik memfoto dia. Kala itu aku berdiri di belakang dia. Klik! Akupun secara tidak sengaja terfoto bersama dia.

Mungkin bagiku moment untuk foto dengan dia itu sangat langka. Oleh karenanya moment tersebut menjadi moment tak terlupakan. Pelayaran pun berlanjut lagi menuju daerah timur Indonesia, Nusa Tenggara Timur. Selama disana aku berpisah cukup lama dengan dia. Terlebih lagi saat homestay di Kupang. Aku dan dia berbeda kelurahan. Sedih? Tidak juga, karena selalu ada kesempatan untuk dipertemukan kembali. Saat pelesir ke pantai Lasiana, saat acara puncak di Gong Perdamaian, sampai pelesir di Museum Komodo, sampai di Pulau Komodo. Mungkin dia tak pernah sadar bahwa aku sering, bahkan terlalu sering perhatikan dia. Biarlah dia tak mesti tahu.

Sampailah di puncak acara kegiatan ini yang bertempat di Labuan Bajo. Sehari sebelum acara puncak, kami mengadakan kegiatan bakti sosial disini. Penanaman pohon di hutan kota Manggarai barat. Namun saat itu hanya ada empat bus untuk mengakut para peserta ke lokasi. Hanya setengah dari peserta yang bisa ikut. Aku bersyukur karena sudah duduk di dalam bus. Sedangkan dia belum, masih berada di luar. Mencari-cari bus yang masih kosong.

Mataku seakan berbicara saat dia ada di depan pintu bus. Aku berdiri dari tempat dudukku mempersilakan dia untuk duduk, walaupun pada akhirnya kita berdua sama-sama berdiri. Dia berdiri di dekat pintu keluar, sedang aku berdiri di dekat tempat dudukku.

Bakti sosial pun berlangsung. Penanaman pohon di hutan kota bersama anak-anak Sekolah Dasar (SD). Setelah usai penanaman pohon bakti sosial dilanjutkan dengan pemberian tas dan perlengkapan sekolah untuk anak-anak SD ini. Aku tak luput mengabadikan moment-moment ini , termasuk mengabadikan dia.

Sepertinya dia mulai tersadar bahwa aku sering perhatikan dirinya. Dia akan memalingkan wajahnya tatkala sadar sedang aku perhatikan. Selalu senyum manisnya terkembang kala aku perhatikan dia. Namun satu hal, aku tak pernah berani untuk sekedar mendekati dia, mengajak ngobrol dia. Aku hanya berani memperhatikan dia, mengambil fotonya dari kejauhan. Tak berani, sungguhku tak berani. Keesokan harinya acara puncak pun tiba. Aku duduk di tempat yang jauh darinya. Namun tetap satu barisan. Seperti biasa, aku hanya memperhatikan dia dari kejauhan.

Perjalanan pun berlanjut lagi, menuju perjalanan pulang. Walaupun sempat singgah di Bali lagi, tetap seperti biasa, aku hanya memperhatikan dia dari kejauhan. Kapal berlayar lagi. Waktu pulang pun semakin dekat. Malam terakhir adalah malam terpanjang buatku. Benar-benar semua peserta diatas kapal ini tidak tidur semalam suntuk. Hanya sekedar berkangen-kangen ria sebelum dipisahkan kembali ke daerah masing-masing.

Dia menangis tersedu-sedu. Begitu jelas terlihat, bening di matanya, di malam terakhir ini. Semua peserta bermaafan dengan bersalam-salaman. Tak terlewat satupun, hingga tiba giliran dia bersalaman denganku. Entah mengapa rasanya aku tak mau menyentuh tangannya.

Aku hanya menelungkupkan kedua tangan depan dadaku. Tak berani, sungguhpun rasanya tak pantas aku menyentuh dia yang bukan mahramku. Buatku seorang muslimah itu bagaikan seorang ratu. Yang mana rakyatnya tak mungkin dan tak pantas untuk menjabat tangannya. Begitulah seorang muslim memperlakukan muslimah dalam islam.

Kapal ini terus melaju. Semakin mendekat ke tujuan akhir kapal ini berlabuh. Tanjung Priok, Jakarta. Hampir semua peserta telah bersiap di hangar helli. Memperhatikan pelabuhan yang menjadi tujuan akhir kapal ini. Termasuk dia yang tengah asik berdiri memperhatikan pelabuhan. Inilah kesempatan emasku untuk sekedar mengajak ngobrol dia.

“Aurora, boleh aku meminta nomer handphone mu?” tanyaku membuyarkan lamunannya.
“Ah iya boleh, ini” jawabnya singkat sambil menunjukkan nomer handphone yang ada di layar HP-nya. Lantas aku segera mencatatnya.
“Tapi, nomer yang tadi tidak aktif, bagaimana kalau aku yang mencatat nomermu?” dia menawarkan solusi.
“Baiklah, ini nomer handphoneku,” akupun menunjukkan nomerku.
“Ngomong-ngomong siapa namamu?” tanya dia.
“Songha,” jawabku singkat. “Terimakasih yah, nanti hubungi aku kalau nomernya sudah aktif.” Ungkapku lagi.

Kapal ini pun berlabuh. Pada saat bersamaan ada dua hal yang berlabuh. Pertama sebuah kapal karena memang sudah saatnya berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok ini. Hal yang kedua adalah hati. Karena sudah saatnya melabuhkan perasaan itu. Kala itu telah terbersit sebuah harapan dan cahaya baru yang menerangiku. Kala itu hatiku telah berlabuh setelah sekian lama tak ada yang menjadi tempat labuhan hati ini.

0 comments:

Post a Comment

 

Coretan Gigi Kucing Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea