Ada dua
pulau besar di Indonesia yang dipisahkan oleh lautan, Sumatra dan Jawa. Bukan!
Bukan dipisahkan lautan, justru laut lah yang menjadi pemersatu bangsa. Lautlah
yang menyadarkanku bahwa Indonesia itu luas! Indonesia itu kaya! Kaya akan
alamnya, kaya akan budayanya, dan kaya akan pemudanya yang keren-keren.
Merekalah para penerus bangsa.
Satu bulan lebih selepas pelayaran nusantara di Indonesia bagian tengah. Masih saja rindu-rindu itu selalu bergejolak. Tatkala aku buka kembali album foto selama perjalanan disana. Seakan aku memutar kembali ingatan pelayaran bersama ratusan pemuda-pemuda Indonesia. Semuanya tampak begitu nyata, sahabat-sahabatku senusantara. Termasuk dia.
Songha! Ya
nama itu selalu saja teringat, terbawa mimpi hingga akhirnya dia menghubungiku.
Ah bagaimana pula aku bisa lupa? Selepas kepulangan dari pelayaran itu aku dan
dia saling komunikasi. Walaupun sekedar lewat pesan singkat (SMS).
From: Songha
- 22-Sep-2013 07:13
Assalamu’alaikum.. Apa
kabar Aurora? Sedang sibuk apa disana?
Sebuah sms
muncul di layar Handphone-ku. Kami
pun saling berkirim pesan dan terus berlanjut sekedar bertanya aktivitas
masing-masing. Sejak hari itu kami terus berkirim pesan, walaupun sempat dia
menelponku sekali-kali. Rasa rindu yang bergejolak itu sedikit berkurang, walau
hanya sekedar mendengar suaranya.
Sudah
seminggu aku dan dia masih saling berkirim pesan. Aku terhenti sejenak. Apa aku
ini? Kenapa jadi begini? Kemana kepingan hati-hati yang telah kujaga sedemikian
rupa agar tidak terkotori oleh cemaran-cemaran perasaan “gila” itu? Wajar saja
perasaan itu ada jelas karena aku wanita, dia lelaki. Namun bagiku menjadi
tidak wajar jika terus begini, menanyakan hal-hal yang mungkin terlalu privasi
buatku. Tak usah lah dia tahu dan tak usah lah aku beritahu.
Aku sadar
ini salah. Maka aku putuskan untuk tidak menghubunginya lagi lewat SMS. Entah
mengapa masih saja ada jalan untuk aku dan dia berkomunikasi, ya lewat jaringan
sosial media bernama facebook kami
berkomunikasi.
Sepulang
kuliah aku membuka laptopku. Hendak melepas penat walau sekedar buka akun
Facebook-ku. Tiba-tiba ping.. sebuah chat dari Songha Salman Ghani muncul di
layar laptopku.
“Assalamu’alaikum
Aurora” sapa Songha.
“Wa’alaikumsalam
Songha” balasku.
“Sedang apa
Aurora?” tanya songha.
“Sedang
melepas penat pulang kuliah” balasku.
Lama sekali
dia tak membalas chat ku lagi. Jemariku begitu gatal untuk mengetikkan sebuah
kalimat.
“Songha,
mungkin terkadang komunikasi itu perlu, namun bagiku komunikasi itu seperlunya
saja, secukupnya.” Kemudian jariku menekan tombol “enter” yang ada di keyboard
laptopku.
“Ok.,”
jawabnya singkat.
Beberapa
menit setelah itu dia menuliskan sesuatu di private message facebook ini.
“Aku mau
membuat suatu keputusan, tapi.. takut..” ungkapnya.
“Ketika kau
akan membuat suatu keputusan, namun ragu akan keputusan itu. Baiknya tinggalkan
saja keputusan itu, ketika keputusan itu kuat dan memang terbaik maka
ungkapkanlah keputusan itu pada waktu yang tepat. Itu semua ujian dari Allah,”
balasku yang entah mengapa tiba-tiba so-bijak seperti itu.
“Terimakasih
yah telah mengingatkan,” balas songha.
“Iya
sama-sama,” balasku lagi.
Semenjak
hari itu, kami mulai jarang komunikasi. Apakah itu berkirim sms, ataupun
chating di sosial media. Aku kembali menyibukkan diriku dengan tugas-tugas
kuliah dan dengan kuliahku. Hampir saja aku lupa semua tentang dia.
Lelah hari
ahad ini setelah beraktivitas seharian. Membuat tubuh ini semakin merindukan
tempat tidur untuk segera beristirahat. Membuat mata-mata ini semakin berat dan
ingin segera mengatup. Terlelap dalam malam yang melelahkan.
03.30 dini
hari aku terbangun oleh alarm handphoneku. Setelah aku matikan alarm itu mataku
masih terpaku pada layar handphone. Ada sebuah SMS. Mataku yang masih sayu
tiba-tiba membelalak saat membuka SMS itu dari Songha.
From: Songha
- 6-Okt-2013 23:14
Bismillahirrah manirrahim..
Sejujurnya tak pantas
aku ungkapkan ini baik lewat sms maupun telpon. Seharusnya aku datang ke
rumahmu bertemu kedua walimu dan mengatakan maksudku untuk mengkhitbahmu. Rencana
akan aku lakukan secepatnya. Tekad dalam hati ini jika Allah menghendaki. Maaf
jika aku tidak sopan dalam berkata dan berbicara.
Aku diam
termangu. Badanku seakan-akan dicabut seluruh tulang yang menempel di tubuhku.
Aku meleleh bagaikan es krim yang terkena sinar matahari. Aku meleleh, benar
benar meleleh. Lelehan bening dimata melengkapi tak berdayanya seluruh tubuh
ini. Bening di mata itu terus memancar dari mata-mata-ku.
Seraya
bening dimata itu mengalir, hatiku terus bertanya-tanya. Kenapa? Kenapa dia
ungkapkan itu sekarang? Kenapa dia ungkapkan hal yang semakin menggoyahkan hati
yang selama ini kujaga? Kenapa harus secepat ini? Kenapa? Kenapa?
Ya.. Akulah
sumber salahnya dia yang terus menghubungiku. Akulah yang melepaskan batasan
dan izzah yang selama ini dia pegang erat. Akulah yang membuat dia tenggelam
dalam perasaan yang tak seharusnya terungkap saat ini.
Aku segera
mengambil air wudhu dilanjutkan dengan solat dua rakaat. Di ujung-ujung solatku
ini aku berdoa. Aku momohon petunjuk terbaik kepada-Nya. Aku memohon kekuatan
dan kekuasaan-Nya. Aku menyerahkan segala urusan ini kepada-Nya yang lebih Maha
mengetahui apakah urusan ini baik atau buruk, apakah itu bagi agamaku, bagi
kehidupanku sekarang dan masa yang akan datang, dan aku memohon agar diberikan
jalan terbaik-Nya.
Bening di
mata-mata ini sudah berhenti. Setidaknya aku agak sedikit tenang dan kurasa
Allah telah menguatkanku untuk membalas pesan dari dia.
To: Songha
- 7-Okt-2013 04:17
Bismillahirrah manirrahim..
Aurora tersanjung akan niat baik Songha, tapi
aku masih ada amanah dari orangtua untuk menyelesaikan study sampai akhir. Jika
memang kita berjodoh pasti Allah memudahkan segalanya.
Pesanpun
terkirim, dan yaah setidaknya aku merasa sedikit lega. Itulah pesan terkhir
yang aku kirimkan. Semenjak itu tidak pernah ada komunikasi sedikitpun dengan
dia. Biarlah aku pun masih harus banyak belajar untuk mempersiapkan ke akad
yang sakral itu, pernikahan. Akupun masih punya banyak mimpi-mimpi yang harus
diwujudkan, salahsatunya adalah berbakti pada kedua orangtua.
Dua tahun kemudian…
Aku masih
saja memandangi foto wisuda TK ku. Enam belas tahun lalu aku wisuda, dan
sebentar lagi foto itu digantikan oleh foto wisuda kuliahku. Segurat senyum
simpul di wajahku mengingat masa-masa taman kanak-kanak itu.
“Auroraaa…!”
panggilan ibu membuyarkan lamunanku yang sedari tadi terus terpaku memandang foto
wisuda itu.
“Iya bu.. ada
apa?” balasku.
“Ayo
ganti foto wisuda TK mu dengan foto wisuda kuliahmu,” kata ibu sambil
menyerahkan foto wisuda ku yang telah diberikan bingkai foto.
“Lantas
foto wisuda TK ini mau dikemanakan?” tanyaku.
“Yaa simpan
saja, atau mungkin mau dipajang di kamarmu saja,” kata ibu lagi.
Baiklah aku
ambil foto wisuda TK ku, sementara ibu langsung menempelkan foto wisuda
kuliahku disana. Sejenak aku memandang foto wisuka kuliah yang telah menempel
di dinding ruang keluarga itu. Aku sudah semakin besar yah, jika dibandingkan
foto wisuda TK yang aku pegang ini. Dan sebentar lagi akan ada foto baru di
ruang keluarga ini.
Kisah sebelumnya
Akhirnya Rasa Ini... (Part II)
Kisah sebelumnya
Akhirnya Rasa Ini... (Part II)
0 comments:
Post a Comment