Sunday, October 27, 2013

Akhirnya Rasa Ini…(Part I)

Posted by Gigikucing at 10:12 PM

Ada dua pulau besar di Indonesia yang dipisahkan oleh lautan, Sumatra dan Jawa. Bukan! Bukan dipisahkan lautan, justru laut lah yang menjadi pemersatu bangsa. Lautlah yang menyadarkanku bahwa Indonesia itu luas! Indonesia itu kaya! Kaya akan alamnya, kaya akan budayanya, dan kaya akan pemudanya yang keren-keren. Merekalah para penerus bangsa.

Satu bulan lebih selepas pelayaran nusantara di Indonesia bagian tengah. Masih saja rindu-rindu itu selalu bergejolak. Tatkala aku buka kembali album foto selama perjalanan disana. Seakan aku memutar kembali ingatan pelayaran bersama ratusan pemuda-pemuda Indonesia. Semuanya tampak begitu nyata, sahabat-sahabatku senusantara. Termasuk dia.

Songha! Ya nama itu selalu saja teringat, terbawa mimpi hingga akhirnya dia menghubungiku. Ah bagaimana pula aku bisa lupa? Selepas kepulangan dari pelayaran itu aku dan dia saling komunikasi. Walaupun sekedar lewat pesan singkat (SMS).

From: Songha  - 22-Sep-2013 07:13
Assalamu’alaikum.. Apa kabar Aurora? Sedang sibuk apa disana?

Sebuah sms muncul di layar Handphone­-ku. Kami pun saling berkirim pesan dan terus berlanjut sekedar bertanya aktivitas masing-masing. Sejak hari itu kami terus berkirim pesan, walaupun sempat dia menelponku sekali-kali. Rasa rindu yang bergejolak itu sedikit berkurang, walau hanya sekedar mendengar suaranya.

Sudah seminggu aku dan dia masih saling berkirim pesan. Aku terhenti sejenak. Apa aku ini? Kenapa jadi begini? Kemana kepingan hati-hati yang telah kujaga sedemikian rupa agar tidak terkotori oleh cemaran-cemaran perasaan “gila” itu? Wajar saja perasaan itu ada jelas karena aku wanita, dia lelaki. Namun bagiku menjadi tidak wajar jika terus begini, menanyakan hal-hal yang mungkin terlalu privasi buatku. Tak usah lah dia tahu dan tak usah lah aku beritahu.

Aku sadar ini salah. Maka aku putuskan untuk tidak menghubunginya lagi lewat SMS. Entah mengapa masih saja ada jalan untuk aku dan dia berkomunikasi, ya lewat jaringan sosial media bernama facebook kami berkomunikasi.

Sepulang kuliah aku membuka laptopku. Hendak melepas penat walau sekedar buka akun Facebook-ku. Tiba-tiba ping.. sebuah chat dari Songha Salman Ghani muncul di layar laptopku.
“Assalamu’alaikum Aurora” sapa Songha.
“Wa’alaikumsalam Songha” balasku.
“Sedang apa Aurora?” tanya songha.
“Sedang melepas penat pulang kuliah” balasku.
Lama sekali dia tak membalas chat ku lagi. Jemariku begitu gatal untuk mengetikkan sebuah kalimat.
“Songha, mungkin terkadang komunikasi itu perlu, namun bagiku komunikasi itu seperlunya saja, secukupnya.” Kemudian jariku menekan tombol “enter” yang ada di keyboard laptopku.
“Ok.,” jawabnya singkat.
Beberapa menit setelah itu dia menuliskan sesuatu di private message facebook ini.
“Aku mau membuat suatu keputusan, tapi.. takut..” ungkapnya.
“Ketika kau akan membuat suatu keputusan, namun ragu akan keputusan itu. Baiknya tinggalkan saja keputusan itu, ketika keputusan itu kuat dan memang terbaik maka ungkapkanlah keputusan itu pada waktu yang tepat. Itu semua ujian dari Allah,” balasku yang entah mengapa tiba-tiba so-bijak seperti itu.
“Terimakasih yah telah mengingatkan,” balas songha.
“Iya sama-sama,” balasku lagi.

Semenjak hari itu, kami mulai jarang komunikasi. Apakah itu berkirim sms, ataupun chating di sosial media. Aku kembali menyibukkan diriku dengan tugas-tugas kuliah dan dengan kuliahku. Hampir saja aku lupa semua tentang dia.

Lelah hari ahad ini setelah beraktivitas seharian. Membuat tubuh ini semakin merindukan tempat tidur untuk segera beristirahat. Membuat mata-mata ini semakin berat dan ingin segera mengatup. Terlelap dalam malam yang melelahkan.

03.30 dini hari aku terbangun oleh alarm handphoneku. Setelah aku matikan alarm itu mataku masih terpaku pada layar handphone. Ada sebuah SMS. Mataku yang masih sayu tiba-tiba membelalak saat membuka SMS itu dari Songha.

From: Songha  - 6-Okt-2013 23:14
Bismillahirrah manirrahim..
Sejujurnya tak pantas aku ungkapkan ini baik lewat sms maupun telpon. Seharusnya aku datang ke rumahmu bertemu kedua walimu dan mengatakan maksudku untuk mengkhitbahmu. Rencana akan aku lakukan secepatnya. Tekad dalam hati ini jika Allah menghendaki. Maaf jika aku tidak sopan dalam berkata dan berbicara.

Aku diam termangu. Badanku seakan-akan dicabut seluruh tulang yang menempel di tubuhku. Aku meleleh bagaikan es krim yang terkena sinar matahari. Aku meleleh, benar benar meleleh. Lelehan bening dimata melengkapi tak berdayanya seluruh tubuh ini. Bening di mata itu terus memancar dari mata-mata-ku.

Seraya bening dimata itu mengalir, hatiku terus bertanya-tanya. Kenapa? Kenapa dia ungkapkan itu sekarang? Kenapa dia ungkapkan hal yang semakin menggoyahkan hati yang selama ini kujaga? Kenapa harus secepat ini? Kenapa? Kenapa?

Ya.. Akulah sumber salahnya dia yang terus menghubungiku. Akulah yang melepaskan batasan dan izzah yang selama ini dia pegang erat. Akulah yang membuat dia tenggelam dalam perasaan yang tak seharusnya terungkap saat ini.

Aku segera mengambil air wudhu dilanjutkan dengan solat dua rakaat. Di ujung-ujung solatku ini aku berdoa. Aku momohon petunjuk terbaik kepada-Nya. Aku memohon kekuatan dan kekuasaan-Nya. Aku menyerahkan segala urusan ini kepada-Nya yang lebih Maha mengetahui apakah urusan ini baik atau buruk, apakah itu bagi agamaku, bagi kehidupanku sekarang dan masa yang akan datang, dan aku memohon agar diberikan jalan terbaik-Nya.

Bening di mata-mata ini sudah berhenti. Setidaknya aku agak sedikit tenang dan kurasa Allah telah menguatkanku untuk membalas pesan dari dia.

To: Songha  - 7-Okt-2013 04:17
Bismillahirrah manirrahim..
Aurora tersanjung akan niat baik Songha, tapi aku masih ada amanah dari orangtua untuk menyelesaikan study sampai akhir. Jika memang kita berjodoh pasti Allah memudahkan segalanya.

Pesanpun terkirim, dan yaah setidaknya aku merasa sedikit lega. Itulah pesan terkhir yang aku kirimkan. Semenjak itu tidak pernah ada komunikasi sedikitpun dengan dia. Biarlah aku pun masih harus banyak belajar untuk mempersiapkan ke akad yang sakral itu, pernikahan. Akupun masih punya banyak mimpi-mimpi yang harus diwujudkan, salahsatunya adalah berbakti pada kedua orangtua.

Dua tahun kemudian…
Aku masih saja memandangi foto wisuda TK ku. Enam belas tahun lalu aku wisuda, dan sebentar lagi foto itu digantikan oleh foto wisuda kuliahku. Segurat senyum simpul di wajahku mengingat masa-masa taman kanak-kanak itu.

“Auroraaa…!” panggilan ibu membuyarkan lamunanku yang sedari tadi terus terpaku memandang foto wisuda itu.
“Iya bu.. ada apa?” balasku.
“Ayo ganti foto wisuda TK mu dengan foto wisuda kuliahmu,” kata ibu sambil menyerahkan foto wisuda ku yang telah diberikan bingkai foto.
“Lantas foto wisuda TK ini mau dikemanakan?” tanyaku.
“Yaa simpan saja, atau mungkin mau dipajang di kamarmu saja,” kata ibu lagi.

Baiklah aku ambil foto wisuda TK ku, sementara ibu langsung menempelkan foto wisuda kuliahku disana. Sejenak aku memandang foto wisuka kuliah yang telah menempel di dinding ruang keluarga itu. Aku sudah semakin besar yah, jika dibandingkan foto wisuda TK yang aku pegang ini. Dan sebentar lagi akan ada foto baru di ruang keluarga ini.

Kisah sebelumnya
Akhirnya Rasa Ini... (Part II)

0 comments:

Post a Comment

 

Coretan Gigi Kucing Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea