Monday, September 30, 2013

Bukan Cinta Lego Jangkar

Posted by Gigikucing at 3:43 PM
Sebuah petualangan pemuda bahari selama dua puluh empat hari menyisakan kenangan-kenangan yang tak pernah terlupa. Betapa tidak? Karena itu aku kenal semua pemuda se-Nusantara dari Sabang sampai Merauke. Termasuk aku mengenal dia.
Dia merupakan seorang lelaki. Tubuhnya lebih tinggi dariku. Parasnya yang tampan membuat siapa saja
terpesona akan wajahnya itu. Sebagai sesama peserta, dia tidak pernah berani sekedar mengajakku berkenalan. Bahkan tegur sapa pun tidak pernah. Namun dari jauh, dia selalu perhatikanku. Saat aku tatap kembali maka dia langsung memalingkan wajahnya.
Hal tersebut selalu terjadi dan baru aku sadari di minggu-minggu terakhir saat kegiatan pemuda bahari ini akan usai. Setiap kegiatan selalu saja aku memergoki matanya yang sepertinya sudah sejak lama memperhatikanku. Bahkan aku tau, dia sempat mengambil fotoku dari jarak jauh dengan sebuah single lens kamera.
Selalu aku bertemu dia di setiap kegiatan seperti pemberian materi, waktu makan, bahkan waktu ibadahpun pasti selalu bertemu. Hanya saja lagi-lagi baru aku sadar di minggu-minggu terakhir pertemuan itu selalu terjadi. Kapal milik negeri ini menjadi saksi bisu pertemuan aku dan dia. Kapal yang biasa aku sebut “ikan paus”, betapa tidak? Kapal ini bisa muat ratusan penumpang, motor, mobil, kapal speedboot, bahkan tank baja pun muat di tubuh ikan paus ini. Sayangnya sebentar lagi ikan paus ini akan segera berlabuh di tujuan akhir pelayaran nusantara, Tanjung Priok.
Aku berdiri di helli deck, tempat yang luas untuk mendaratkan dua buah helicopter di atas kapal. Mata-mata ini terus memandang pelabuhan Tanjung Priok. Masih saja dia memperhatikanku. Detik-detik terakhir kapal ini akan berlabuh adalah saat dimana aku bahkan baru tau namanya. Dia mendekat saat aku terhanyut akan buaian angin laut Tanjung Priok yang menyeka wajahku.
“Aurora sedang apa kau disana?”
“Aku sedang menikmati angin laut” jawabku singkat. Masih wajahku tak berpaling memandang pelabuhan.
“Bolehkah aku turut menikmati angin laut disampingmu?”
“Silakan,” seketika aku menatap wajahnya, diapun sama menatap wajahku, “Siapa namamu?” tanyaku lagi.
“Songha”
“Songha? Nama apakah itu?” tanyaku sambil mendelik.
“Nama itu diambil dari sebuah nama dari bahasa Cambodia yang artinya ganteng” jelas Songha. Aku melanjutkan perhatikan pelabuhan lagi, kapal ini sudah semakin dekat dan siap-siap merapat ke pelabuhan.
“Sebentar lagi kita berpisah yah, padahal aku baru tau namamu,” aku merajuk.
“Walaupun berpisah, kita masih dapat bertemu,” ungkap Songha.
“Bertemu?” tanyaku sambil mengerutkan dahi.
“Tentu! Teknologi kan semakin canggih, kita masih bisa berkomunikasi lewat kotak elektronik bernama handphone kan?” jelas Songha.
Seulas senyuman tersungging di wajahku. Maka dua buah kartu nama telah berpindah tangan. Dalam kartu namanya tertulis “Songha Salman Ghani” lengkap dengan nomer handphone dan alamat rumahnya.
“Nama yang indah,” sanjungku.
“Namamu pun indah, Aurora Akhsani”
Songha pergi terlebih dahulu, katanya hendak packing ulang takutnya ada barang yang tertinggal di kapal. Aku kembali melanjutkan perhatianku pada pelabuhan, ini detik-detik kapal merapat ke pelabuhan. Seluruh nahkoda kapal tampak sibuk mengatur tambang sana-sini untuk mengunci kapal saat sandar di pelabuhan ini. Begitupun orang-orang yang menunggu di pelabuhan, mereka sibuk menerima tambang-tambang yang dilemparkan nahkoda kapal.
Tatkala Kapal sandar di pelabuhan, maka seluruh rindu akan terlampiaskan pada mereka yang setia menunggu kepulanganku. Namun, akan memunculkan ratusan, bahkan ribuan rindu kepada mereka pemuda-pemudi se-Nusantara raya, termasuk dia yang namanya baru saja aku kenal.
Entah sampai kapan rindu ini akan bergejolak, terkadang aku menyesali. Kenapa aku baru kenal nama itu saat kita mulai dipisahkan? Bagiku, perasaan yang muncul ini adalah perasaan yang wajar. Sebuah perasaan “gila” bagiku, karena sebelumnya aku tak merasa seperti ini. Cinta.
Ada kalanya kapal sandar di pelabuhan, ada kalanya kapal “lego jangkar... hanya terombang ambing mengikuti arah angin, walau tetap diam di tempat singgah yang masih mengambang di laut jauh dari pelabuhan.. hanya diam dan teguh pada sebuah jangkar yang kuat tertancap di dasar karang.
Perasaan ini biarlah aku simpan dalam diamku. Sehingga tidak akan terombang-ambing di dasar hati. Karena aku yakin, perasaan “gila” ini akan indah pada waktunya. Ketika perpisahan itu adalah karena Allah, maka suatu saat akan dipertemukan lagi karena Allah.

0 comments:

Post a Comment

 

Coretan Gigi Kucing Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea