Saturday, October 5, 2013

Kemenangan Hati

Posted by Gigikucing at 3:13 PM
Tawa riang membuncah setiap harinya. Senyum manisnya tersungging menampakkan keceriaan anak berusia genap empat tahun itu. Lengkap sudah dengan lesung pipinya. Dialah anakku, anak laki-lakiku. Kini tumbuh semakin besar membuatku tak percaya jika teringat empat tahun silam.
“Maaf bu, anak ibu mengalami gangguan sehingga tidak memungkinkan jika dilahirkan secara normal,” ujar ibu bidan Yanti.
“Lantas apa yang harus dilakukan demi keselamatan anakku?” tanyaku cemas.
“Cara satu-satunya adalah
dengan operasi caessar” ungkap ibu bidan berpakaian putih-putih dengan jilbab putih itu.
“Baiklah lakukan apapun jika itu yang terbaik” ungkap Bima, Suamiku.

Perutku yang semakin membesar dari hari ke hari membuatku tak kuasa menahan rasa sakitnya. Aku terus bertahan hingga tiba masanya ketika anak yang ada dalam perutku ini mendesak ingin segera dilahirkan. Operasi caessar ini awalnya membuatku ragu dan takut. Tak terbayang saat perutku harus dibelah demi mengambil amanah yang dititipkan Allah kepadaku dan kepada suamiku.

Anak keduaku ini memang sedikit lain, selama proses hamil aku sangat sering merasakan sakit. Berbeda dengan kelahiran putri pertamaku, Salsabila. Aku pasrahkan hanya kepada Allah, semoga anakku lahir dengan selamat.

Operasi sudah siap, seorang suster menusukkan sebuah suntikkan ke tangan kananku hingga akhirnya aku tidak sadarkan diri. Gelap. Sayup-sayup terdengar sebuah tangisan bayi. Melengking di telingaku membuat sebuah senyuman tersungging di mulutku. Lemah, mata ini berat untuk dibuka hingga akhirnya gelap menemuiku lagi.

Mataku terbuka lagi, langsung tertuju pada sebuah jam di dinding kamar rumah sakit. 03.00 dini hari, suamiku terlelap disamping tempatku berbaring, lengannya hangat memengang tangan kiriku. Pandanganku berpendar melihat sekeliling hingga tertuju pada suatu box bayi. Ahh anakku, tengah terlelap jua.
Syukurku tiada henti terucap karena anakku terlahir dengan selamat. Terimakasih Allah atas Rezeki yang tiada henti ini. Aku ingin menamakan anakku Fauzan Mulki, kemenangan atas suatu kerajaan.
Tiga hari setelah Fauzan terlahir ia sama sekali tidak pernah buang air besar. Bima menyarankanku untuk membawa Fauzan ke dokter jaga. Setelah diperiksa dokter hanya memberikan beberapa obat cair untuk diminum olehku. Ia pun memberiku vitamin agar air susu yang aku hasilkan dapat menjadi penyembuh. Ketika aku bertanya, kenapa dengan anakku? Dokter hanya menjawab singkat “tidak ada hanya kurang vitamin saja”.

Akhirnya Fauzan dapat buang air besar juga, walaupun berupa cairan dan itupun sedikit. Entah obat apa yang diberikan yang jelas obat tersebut rasanya pait.

Dua hari setelah aku periksa ke dokter, Fauzan tidak buang air besar lagi. Kini aku dan Bima benar-benar cemas. Kami sepakat untuk membawa Fauzan ke Rumah Sakit spesialis anak. Setelah diperiksa, ternyata ada kelainan di lubang anus Fauzan. Lubang yang ada sangatlah kecil, karena itulah yang membuat Fauzan sulit untuk buang air besar.

Aku lemas seketika mendengar diagnosa dokter itu. Akupun bertanya bagaimana solusinya agar anakku dapat buang air sebagaimana mestinya.

“Anak ibu harus di operasi!” saran dokter.

Ya Allah, anakku yang masih berumur seminggu itu harus di operasi? Tubuh ini semakin terkulai lemas. Menatap pasrah anakku yang tengah berada di pangkuanku. Bima mengela nafas seraya mengelus punggungku.

Tentu saja aku tak ingin anakku di operasi, karna kemungkinan berhasil dioperasinya 50:50. Kalaupun berhasil maka akan berdampak buruk pada kondisi tubuh Fauzan, karena masih berumur satu minggu. Selain itu harga satu kali operasi akan menghabiskan puluhan juta. Lantas apa yang harus aku lakukan? Aku hanya ingin anakku sembuh.

Hampir setiap hari rumahku dikunjungi sanak saudaraku. Harusnya hal tersebut menjadi suatu kabar bahagia banyak keponakan yang menjenguk anakku. Namun kesedihan selalu meliputi setiap sudut ruangan rumahku tatkala mereka bertanya bagaimana kondisi saat anakku dilahirkan sampai hari ini. Walaupun demikian, selalu ada angin segar dari sanak saudaraku yang memberikan berbagai informasi akan pengobatan alternatif demi kesembuhan buah hatiku.

Segala saran tersebut aku coba, tak kenal lelah mencari-cari pengobatan alternatif bersama Bima. Hampir setiap hari kami pergi. Sampai anakku berumur genap satu bulan lelah sudah mencari pengobatan alternatif yang tidak membuahkan hasil. Anakku haruskah di operasi? Sampai saat ini pun aku tak sampai hati agar anakku dioperasi.

Aku benar-benar pasrah. Bima pun nampak lelah mencari-cari segala bentuk pengobatan yang tak pernah membuahkan kabar gembira. Terkadang aku berpikir, kenapa sakitnya tidak menimpa aku saja? Kenapa harus anakku yang terkena penyakit yang entah apa itu obatnya? Selain operasi.

Fauzan masih kecil, ia harus merasakan sakit setiap kali hendak buang air besar. Maka Fauzan akan menangis sejadi-jadinya. Membuat wajahnya berwarna merah menyala. Sebuah tangisan yang menyayat hati.
Disetiap penghujung malamku terus meminta kepada Allah. “Ya Allah, jika memang Fauzan adalah amanah-Mu maka berilah kemudahan disetiap usahaku agar Fauzan lekas diberi kesembuhan. Ya Allah aku pasrahkan semua ini hanya kepada-Mu. Aku yakin keajaiban itu, kesembuhan itu akan menghampiri anakku, sebuah amanah dari-Mu.”

Suatu saat suamiku bermimpi. Ia bertemu dengan seseorang yang memberikan sebatang sabun mandi. Apa maksudnya? Akupun tak mengerti. Namun setelah kejadian itu Bima terpikirkan sebuah ide yang bisa dibilang “cukup gila”. Idenya adalah dengan memasukkan batang sabun kedalam lubang anus anakku. Tentu sabun batangan yang akan dipakai harus dipotong kecil-kecil sehingga masuk ke dalam lubang anus Fauzan.
 “Bismillahirrahmanirrahim,” seraya Bima berkata sambil memasukkan batang sabun kecil itu. Fauzan meringgis kesakitan. Aku tak sampai hati melihatnya.

Dan keajaibanpun akhirnya datang. Tak lama setelah batang sabun dimasukkan, keluarlah kotoran itu dengan lancar layaknya jalan toll. Bebas hambatan. Alhamdulillah akhirnya fauzan bisa buang air besar dengan normal.  Sujud syukur aku seketika. Bima pun demikian.

Tak lama setelah itu Fauzan tertidur pulas. Aku segera membersihkan tempat tidurnya. Mengganti pakaiannya. Menyelimuti badan mungilnya. Mengecup keningnya.
Karena peristiwa itu aku sadar. Bahwasannya anak adalah amanah dari Allah yang harus dijaga. Bagaimanapun keadaannya kita harus merawatnya, menjaganya agar sehat selalu. Tatkala anak yang diamanahkan itu sakit dan tidak ada obatnya maka berserah diri kepada pemberi amanah itu dengan ikhlas. Kembalikan kepada pemberi amanah terbesar itu. Maka jika Allah menghendaki pasti selalu ada jalan keluar yang tak disangka-sangka sebelumnya.

Sebuah kado terindah, lebih indah dari kado apapun yang pernah aku dapatkan. Memenangkan hati Fauzan, buah hatiku.

0 comments:

Post a Comment

 

Coretan Gigi Kucing Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea