Saturday, November 29, 2014

Gadis Kosong

Posted by Gigikucing at 3:46 PM
Kosong menghantui di depan wajah seorang gadis. Ia hanya menatap nanar kedalam selembar kertas kosong. Entah apa yang dipikirnya, hanya gelap dan remang tak menentu. Pikirannya sama layaknya kertas itu kosong. Bahkan setitik pun tak ada, pikirannya buntu. Semua itu terjadi karena terlampau banyak masalah yang menghantuinya. Membuatnya takut untuk bercerita pada siapapun. Hanya selembar kertas yang ia percaya.


Detik demi detik terus bergulir, berlalu begitu saja. Sedang ia masih tetap bertahan menatap selembar kertas kosong itu. Satu jam dua jam sampai tiga jam ia mematung menatap selembar kertas kosong itu. Beberapa detik kemudian, gadis itu mulai beranjak mencari sebuah pena. Ia membuka laci tua dibawah meja kerjanya. Hanya ada tumpukan kertas lusuh berisikan catatan hariannya. Setumpukan kertas itu ia angkat. Debu berterbangan bak dandelion terhembus angin, membuatnya bersin tak karuan.

Lembaran itu sudah membusuk sepuluh tahun dalam lacinya itu. Ia meniup debu itu dengan lembut. Terbangkan angin debu itu menyeruak. Hingga membuat dirinya lupa akan apa yang ia cari. Terenyuh kembali melihat catatan-catatan perjalanan hidupnya yang rumit. Lembaran-lembaran kertas yang telah menguning bertuliskan tulisan tangannya sendiri sepuluh tahun lalu. Samar tulisan penanya memudar karena lapuk termakan usia kertas itu sendiri. Bau kertas lapuk itu menusuk hidungnya.

Gadis itu membaca kembali kisah hidupnya sepuluh tahun silam. Sesekali membuatnya tertawa jenaka, sesekali ia mengerungkan keningnya mengingat-ingat kejadian silamnya itu. Ia terhenti pada beberapa lembar kisahnya. Matanya mulai berlinang air mata. Teringatkan kembali bahwa ia pernah meregang nyawa. Kalau bukan karena lelaki itu mungkin ia sudah tak dapat rasakan setiap hembusan nafas lagi. Lelaki yang benar-benar tulus menyayanginya kini telah tiada mengorbankan hatinya. 
Demi menyambung nyawa gadis yang dicintai ia serahkan bagian organ tubuhnya sendiri.

Pada usianya yang telah menginjak kepala tiga, ia masih bertahan dalam kegadisannya. Hari-harinya hanya ia lakukan dengan rutinitas sebagai penjual nasi kuning. Pada penghujung hari maka gadis itu hanya menghabiskan waktunya untuk terduduk di kursi kamarnya untuk kembali melakukan kebiasaan sepuluh tahun silamnya itu. Menulis catatan harian.

Namun tetap saja gadis itu kosong. Seakan semua terhenti sejak matinya lelaki yang baru ia sadar mencintainya sepenuh hati. Tangan-tangannya pun mati untuk menuliskan kisahnya sendiri.

Lembaran-lembaran kisahnya ia letakan kedalam laci dengan hati-hati. Tanpa ia sadari sepenggal kisahnya itu menghidupkan kembali semangatnya untuk kembali menulis sebuah catatan harian. 

Teringatkan lagi akan semangat lelaki yang mencintainya sepenuh hati itu. Betapa tidak, sepanjang hidup lelaki itu selalu hadir menghiasi hari-hari sang gadis. Hingganya membuat tangan-tangan gadis itu penuh kekuatan untuk terus menulis kisah-kisah haru, sedih, senang bersama lelaki itu.

Tak ada yang tersisa dari lelaki itu selain hati yang kini hidup dalam tubuh gadis itu. Kedua lengannya menyentuh perut bagian kanan atas. Ya! Hati lelaki itu masih hidup. Lantas mengapa gadis itu hanya berlarut-larut dalam kelam. Bukankah sejak sepuluh tahun lalu lelaki itu masih hidup? Menyatu dalam tubuh gadis itu.

Semangat itu kembali terpercikkan dalam dirinya. Seakan-akan ada setitik terang dalam gelap. Bagaikan lilin yang menyala ditengah gelap gulita. Semangat itu ada. Semangat untuk melanjutkan kisahnya dalam lembaran-lembaran kertas kosong. Gadis itu bergegas kembali mencari pena. Ternyata pena itu tergeletak dibawah tumpukan lembaran-lembaran catatan hariannya. Pena itu berdebu, sama berdebunya dengan lembaran-lembaran catatan silamnya itu.  Gadis itu meniupkan udara untuk mengusir debu yang meliputi penanya itu. Sesekali ia bersin dibuatnya. Setelah dirasa cukup bersih, ia mulai menuliskan lagi kisahnya dalam selembar kertas kosong.

Saat pena itu menempel pada kertas kosong itu ternyata hanya guratan kertas tak terlihat. Tentu saja tinta dalam pena itu telah mengering dan mengendap selama sepuluh tahun. Gadis itu membuka penutup pena dan mengisikan kembali tinta kedalam pena tua itu. Setelah menutupkan penutup pena itu ia kembali pada posisi siap menulis. Pena pun mulai menari-nari diatas kertas. Bersama tangan sang gadis.

Satu kalimat yang tiba-tiba saja muncul di benak gadis itu. Kalimat semangat dari lelaki yang raganya telah tiada namun jiwanya masih hidup dalam tubuhnya. “Tuliskanlah kisahmu sebelum mati, maka tulisan itu akan tetap hidup walaupun kau telah mati”

Kalimat itulah yang ia tuliskan dalam selembar kertas kosong itu. Gadis itu beranjak lagi dari tempatnya menulis. Ia mencari sebuah alat pemotong untuk menempelkan tulisannya. Namun tak ia temukan sebuah alat pemotong. Akhirnya ia merobek perlahan selembar kertas itu mengikuti alur kalimat yang telah ia tuliskan. Dengan hati-hati ia merobek kertas itu, agar tak ada kalimat yang telah ia tulis hilang katanya begitu saja. Sempurna ia merobek kertas itu tanpa ada kalimat yang terpotong sedikitpun. Gadis itu menempelkan secarik kertas di tembok kamarnya. Hingganya secarik kertas itu bisa menjadi pengingat dan pemberi semangat untuk sang gadis menuliskan semua catatan hariannya lagi.


Kelak gadis itu akan membuktikan bahwa ia dapat membuat suatu karya sebelum ia mati. 

1 comments:

Kopika said...

NIce story :)
Btw follow my blog yups http://oasekomunikasi.blogspot.com/

Post a Comment

 

Coretan Gigi Kucing Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea