Wednesday, November 11, 2020

Jodoh yang Pasti

Posted by Gigikucing at 8:02 AM

 


“Maafkan aku, tidak ada maksud melangkahimu.”

Ucap Sarah kepadaku seraya menyerahkan kartu undangan berwarna putih dengan corak bunga mawar merah muda. Aku masih menatap nanar kartu tersebut. Ketiga kalinya aku mendapatkan undangan pernikahan dari seseorang yang dulu pernah dekat denganku. Namun, kali ini rasanya sungguh menyesakkan dada. Di sana tertulis nama Sarah dan Dio. Sarah adalah teman dekatku sejak kuliah, sedangkan Dio adalah seseorang yang pernah menyatakan maksudnya untuk melamarku.

Kala itu aku belum siap karena studiku belum usai serta kedua orang tua tak mengizinkan kami bersama. Benar bahwa penyesalan selalu datang di akhir. Aku memasang gurat senyum di wajah menyambut kabar bahagia dari Sarah, sungguh berbanding terbalik dengan hati yang kini menangis.

“Selamat ya, Semoga lancar dan dimudahkan sampai hari-H.”

“Terima kasih Del, sungguh kamu sahabat terbaikku. Aku berharap kamu datang ya!”

Kedua lengan Sarah memegang bahuku. Aku mengangguk sambil menyunggingkan senyuman di wajah. Kedua mata Sarah berbinar melihat sikapku yang meng-iya-kan untuk menghadiri undangannya. Telepon seluler Sarah berdering memecah kebahagiaan kami. Ada gurat senyum yang semakin lebar saat ia menerima telepon.

“Mas Dio nelpon Del! Sebentar ya aku angkat dulu.”

Aku kembali menyeruput green tea yang mulai dingin. Sambil memerhatikan gerak gerik Sarah menjawab setiap perkataan Dio. Dua minggu lagi mereka akan melangsungkan pesta pernikahan. Tentu ada banyak hal yang perlu dipersiapkan. Undangan sudah tersebar, dan aku mendapatkannya secara langsung dari calon mempelai. Betapa spesialnya aku di mata Sarah. Meskipun pada akhirnya dia yang menikah dengan Dio.

“Mas Dio! Halo? Mas?”

Gurat wajah Sarah berubah. Senyum bahagianya hilang seketika. Ia menggigit ujung bibirnya.

“Tadi aku dengar Mas Dio teriak, setelah itu sambungan telepon kami terputus.”

“Tenang, coba telepon balik”

Sarah menggelengkan kepalanya. Telepon yang dituju tak tersambung sama sekali.

“Memangnya tadi saat di telepon Mas Dio sedang di mana?”

“Aku tak tau tepatnya, yang jelas Mas Dio sedang melakukan perjalanan menuju ke sini untuk menjemputku.”

Satu setengah jam kami menunggu, namun tak ada tanda-tanda kehadiran Dio. Mestinya setengah jam perjalanan Dio sudah sampai di sini. Sambil menunggu aku asyik berselancar melihat kabar berita terkini. Ada berita kecelakaan lalu lintas tak jauh dari Cafe tempatku dan Sarah berada. Aku membuka informasi lengkapnya. Telepon seluler Sarah berdering lagi. Katanya dari nomor tak dikenal.

Belum tuntas aku membaca berita lengkap tersebut. Sarah menjatuhkan telepon seluler dari genggamannya. Beriringan dengan tubuhnya yang terkulai lemas. Air matanya mengalir membasahi pipi dan kerudungnya.

“Mas Dio meninggal Del.”
“Innalillahi”

Aku memeluk Sarah mengelus kepala dan menepuk-nepuk punggungnya. Memang bahwa jodoh tiada yang pasti. Satu hal yang pasti datang adalah kematian. Seketika aku turut merasakan pedih yang berlapis-lapis. Sungguh rasanya bagai petir di siang bolong. Langit yang cerah seketika turun hujan disertai petir yang saling menyambar. Aku hanya bisa mencoba menenangkan Sarah karena ia pasti sangat merasa terpukul atas kepergian calon suaminya.

0 comments:

Post a Comment

 

Coretan Gigi Kucing Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea