Friday, October 14, 2011

Karena Cinta-Mu (Part 2)

Posted by Gigikucing at 2:44 AM

KECELAKAAN?? Benar benar membuatku semakin khawatir. Aku tertegun ketika mendengar hal itu. Tapi wajahku tak mau menampakkan rasa khawatirku itu. Tibalah kami di suatu warung, sepertinya inilah rumah yang ditunjuk oleh adik kecil itu. Sekali lagi k’Ikbal mau bertanya kepada pemilik warung itu. Dan ternyata itu adalah ibunya k’Hafizh.

Lalu kami di persilakan untuk masuk. Aku dapati sebuah motor yang dahulu dipakai k’Hafizh mengantarkanku pulang ke rumah. Benar kata adik kecil itu, beberapa minggu lalu k’Hafizh kecelakaan. Aku terlambat datang ke rumahnya, baru saja kemarin malam k’Hafizh pergi lagi keluar kota untuk bekerja.
Kak Hafizh pergi
ke tempat bekerjanya di Purwakarta dengan menggunakan motor. Hal itu sudah biasa baginya, karena memang jarak Bandung-Purwakarta tidak terlalu jauh. Namun hal na’as yang tidak terduga itu terjadi kepadanya. Beruntunglah karena pada kecelakaan itu Kak Hafiz hanya tertabrak motor. Tragisnya seperti apa aku tidak tahu.

Orang yang menabraknya dari arah belakang itu sampai meninggal dunia. Sedangkan kak Hafiz tak sadarkan diri selama 2 hari di Rumah Sakit Imanuel Bandung. Setelah sadarkan diri, ia masih di rawat inap di Rumah Sakit itu selama dua minggu. Dua minggu selanjutnya di rawat di rumah saja, dengan obat rutin yang diberikan dokter. Luka di kepalanya membuat ia harus melakukan rontgen. Bagian kepala belakannya ada sedikit retak karena kecelakaan itu.

Mungkin karena itulah kak Hafizh tak sadarkan diri. Setelah di rontgen untuk kedua kalinya, ia menghentikan obat rutinnya. Karena ia harus bekerja lagi di Purwakarta. Tepat sebulan lamanya ia tidak bekerja. Walau bagaimanapun ia harus tetap bekerja.

Ibunya ceritakan semuanya, yang membuatku tak kuasa mendengarnya. Air mataku mendesak untuk keluar, tapi aku tahan. Malu kalau aku akhirnya menjatuhkan butiran-butiran itu. Ku bisa menahannya sampai mataku berkaca-kaca. Aku terlambat, baru saja kemarin malam kka Hafizh pergi lagi ke Purwakarta.

Akhirnya aku hanya meminta no baru kak Hafizh. Karena kecelakaan itu semua isi dompet, tas, dan kedua handphonenya hilang. Namun ia masih mempunyai nomor CDMA, yang bisa dihubungi.  Untuk jaga-jaga aku juga meminta nomor adiknya, karena nomor adiknya itu nomor GSM, sama sepertiku. Setelah itu aku dan kak Ikbal minta diri untuk segera pulang.

“Terimakasih ya bu, telah memberi kabar tentang kka Hafizh. Titip salam saja kalau suatu saat kka Hafizh pulang ke Bandung. Maaf telah merepotkan,” ujarku sambil salim kepada ibunya kak Hafizh itu.
“Iya sama-sama, hati-hati di jalan ya. Terimakasih juga sudah mampir kesini,” balas ibunya.
“Oh ia bu, titip salam untuk kak Hafizh ya, kalau aku pernah kesini.”
Ibunya mengangguk. Alhamdulillah aku sangat lega setelah mengetahui keadaan kak Hafizh baik-baik saja. walaupun ada setitik kecewa karena tidak bertemu dengan kak Hafizh.
...

Sesampainya di rumah, aku segera menghubungi no CDMA yang diberikan kepadaku.
Nomor yang anda tuju berada diluar jangkauan...
Ku ulangi beberapa kali, hasilnya tetap sama. Jawaban operator itu benar-benar membuatku pasrah. Namun aku tak mau menyerah. Aku mengirim pesan ke Rizky, adiknya kak Hafizh. Aku mempertanyakan kenapa nomornya tidak aktif, benarkah itu adalah nomornya.
“Ia itu benar nomornya”
Jawab adiknya dengan singkat. Menyerah lagikah? Samapi sejauh ini aku mengetahui rumahnya, namun semua itu sia-sia. Yang aku tahu kak Hafizh itu selalu pulang seminggu sekali. Jadi aku hanya bisa bertanya kepada adiknya itu.
“Iky, apakah kak Hafizh sudah pulang?”
“Belum”

Jawaban itu selalu aku dapatkan dari minggu ke minggu. Aku menyerah. Benar-benar menyerah. Mungkin kak Hafizh memang bukan jodohku. Kalaupun memang berjodoh, pasti suatu saat akan bertemu lagi. Empat minggu aku mendapatkan jawaban yang sama.

Hingga suatu saat ketika aku terbangun dari tidurku. Aku melihat ke arah jam dinding di kamarku 22.00 WIB. Entah ada angin dari mana sehingga membuatku ingin menghubungi nomor CDMA milik kak Hafizh itu. awalnya aku mengira operator akan berkata sama seperti pertama aku menghubungi nomor itu. Ternyata, jauh dari sana terdengar jawaban..
Tuuttt...tuuttt...tuuuttt...

Mataku yang perih langsung terperanjat bangun dari tidurku. Alhamdulillah ya Allah akhirnya nomornya aktif juga.
“Halo, Assalamu’alaikum,” Suara kak Hafizh di seberang sana sangat berat.
“Wa, Wa’alaikumsalam,” jawabku sedikit tergagap.

Sebening air menetes dari mataku. Betapa bahagianya aku saat itu. Rindu..sekali lagi Rindu itu menyejukkan hatiku. Panjang lebar aku bercakap-cakap dengannya. Dari mulai menanya kabarnya, keadaannya, sampai aku tahu banyak tentangnya. Hampir sepanjang malam itu aku telponan dengan kak Hafizh.

Betapa tidak? Bagitu banyak hal yang aku tanyakan sampai aku tahu betul, bahkan sampai rencana Break Away ke Bali dari tempat kerjanya. Ternyata memang setelah pergi ke Purwakarta itu, kak Hafizh memang tidak pernah pulang lagi ke Bandung. Walau bagaimanapun kak Hafizh harus pulang ke Bandung untuk sekedar meminta izin kepada ibunya.

Benar-benar anak yang berbakti kepada orangtuanya. Aku terkagum. Mau pergi jauh saja ia harus bertemu ibunya untuk meminta izin. Tidak cukup lewat telepon apalagi SMS. Pokoknya harus bertemu.
Semenjak telponan sepanjang malam itu aku jadi sering berkirim SMS dan yang paling sering adalah telponan. Rinduku tidak cukup jika hanya lewat telpon dan SMS saja. Aku ingin bertemu dengannya. Untuk sekedar melepas rindu, rindu bertemu dengannya.

Setelah Break Away ke Bali itu kak Hafizh kembali pulang ke Bandung. Ini kesempatanku untuk bertemu dengannya. Awalnya aku memang tidak memberi kabar kalau aku ingin bertemu dengannya. Yang aku tahu kakak pulang ke Bandung dengan menggunakan Bus Kota. Aku ingin bertemu dengannya di terminal Leuwi Panjang. Sebelumnya aku membeli hadiah, sebuah jam tangan berwarna hitam.

Begitu yakinnya hatiku bahwa sekarang ini akan bertemu dengan kak Hafizh. Sesampainya di Leuwi Panjang tak kudapati sosok kak Hafizh. Ia telah di perjalanan menuju rumahnya. Aku terlambat. Sekali lagi aku terlambat.

“sekarang kakak harus beritahu Dewi, naik angkot apa saja untuk sampai ke rumah kakak?” tanyaku lewat telepon.
“Dewi mau ngapain? Emang sekarang Dewi ada dimana?”
“Ada di terminal leuwi Panjang. Serius, Dewi ingin ketemu kakak”
“Udah pulang aja lagi ah, gak usah kesini. Kakak malu.”
“Segampang itukah? Dewi udah jauh-jauh kesini terus harus pulang lagi? Pokoknya Dewi mau ketemu kakak.”
“Dewi susah ya dibilangin, ya udah naik angkot kuning, terus naik angkot hijau.”
“Jurusan angkotnya apa?”
“Ngga tahu, kakak lupa.”
“Ya udah. Makasih kak”

Telpon langsung aku tutup. Sejurus itu aku menyebrang jalan. Hampir saja aku tertabrak angkot berwarna merah. Dan yang lebih parahnya aku tidak menyadari kalau aku hampir tertabrak. Supir angkot merah itu marah terhadapku.
Heh, neng kalau nyebrang liat-liat” kata supir angkot dengan garang.

Aku hanya terdiam. Emangnya tadi aku hampir tertabrak ya? Entahlah. Kemudian ada angkot kuning menghampiriku. Tanpa pikir panjang aku langsung naik angkot itu. di perjalanan aku sambil mendengarkan playlis di handphone. Lagu J-Pop “YUI” menemaniku sepanjang perjalanan itu. Entah berapa balikan aku mendengarnya, lalu menggantinya dengan lagu pop Indonesia.

Aku mulai khawatir, kenapa dari tadi tidak sampai-sampai? Awalnya aku tenang, namun sejurus kemudian aku melihat sekitar dimana ini? aku melihat pamflet sebuah warung bertuliskan “Cigondewah”. Lho dimana ini? aku benar-benar panik. Aku masih saja diam di dalam angkot. Aku tak berani angkat bicara sekedar menanyakan “dimana aku sekarang?”

Sekali lagi aku melihat ke sekeliling. Karena aneh juga, aku melewati kawasan industri, tak jauh dari sana aku melihat jalan tol. Hey ini dimana? Tak kudapatkan sebuah pamflet yang menunjukkan ini dimana. Aku benar-benar panik. Aku turun dari angkot.

Bodohnya aku turun di tempat yang sepi, tak kutemui seorangpun. Matahari hampir berada diatas kepalaku. Lalu aku melihat ada pamflet beruliskan “Cimahi Barat”.

Astagfirullah..aku menangis benar benar menangis sejadi-jadinya. Tak ada seorangpun disana. Yang ada hanya mobil-motor-dan angkot yang tampak berlalu lalang. Aku menghentikan tangisku. Mulai bertanya kepada setiap supir angkot yang bisa mengantarkanku kembali ke Leuwi panjang. Dua kali aku naik angkot dengan jurusan berbeda. Sampailah aku di sana. Aku memang salah naik angkot. Seharusnya aku naik angkot kuning setelah menyebrang jalan cibaduyut.

Sampailah aku di angkot hijau, jurusan cibaduyut. Setelah melewati sungai citarum, tak beberapa lama kemudian aku melihat seseorang yang bagiku tak asing lagi. Ia melihat kedalam angkot. Ia.. dia masih sama dialah kak Hafizh dengan motor kuningnya. Ia membelokkan motornya, menghentikan laju angkot yang ku naiki. Lalu aku segera turun dari angkot itu dan membayar ongkos.

Ibaratkan eskrim, hatiku mencair seketika. Semua perasaan kesal, marah, gendok, meleleh seketika. Aku segera naik motor di bonceng oleh kak Hafizh. Saat itu aku menggunaka celana jins. Kerudungkupun masih asal pake saja. mungkin seperti hiasan kepala saja, di belit-belit ke leherku.

Tak kuasa lagi aku membendung rasa rinduku. Rasa rindu itu kini terbalaskan. Di boncengannya itu aku hanya terdiam seribu bahasa. Sampai kak Hafizh memecahkan suasana hening itu.
“Kayaknya Dewi kangen banget ya sama kakak”
“Banget kak” jawabku dengan tersendu.
“Udah ah jangan nangis gitu, nanti sesampainya di rumah kakak langsung makan ke rumah nikahannya saudara kakak ya.”

Aku hanya terdiam. Sasampainya di tempat nikahan saudaranya kakak. Ukhh..! malu banget! Orang-orang yang kenal dengan kak Hafizh tampak aneh melihat kehadiranku. Mungkin akulah perempuan pertama yang dibawa kakak ke rumahnya.
Setengah mati merindu kini berubah menjadi setengah mati malu!
“kak, dewi ingin shalat dzuhur dulu kak.” Ajakku.
“ya udah shalatnya di rumah aja ya, tapi udah shalat harus makan ya.”

Aku hanya menganggukan kepala, mengiyakan. Selepas shalat, kami mengobrol sampai terdengar adzan ashar. Selepas shalat kakak mengajakku kembali ke nikahan soudaranya untuk segera makan. Aduh maluu.. aku ini tamu tak diundang, tapi Cuma numpang makan. Sebelum kesana kakak menanyakan hadiah yang akan aku berikan. Hampir saja lupa. Setelah aku memberikan hadiah itu, kakak mengeluarkan sesuatu dari saku jaket hitamnya.

Sebuah kalung bertuliskan “Bali”. Ya kalung itu adalah oleh-oleh dari Bali. Kakak memakaikan kalung itu di leherku. Ya karena kerudungku sangat pendek, sehingga kalung itu masih tampak.
Di nikahan saudaranya itu aku makan sendiri. Kakak tidak makan, karena memang sudah makan. Sudah makan pulang. Kakak mengantarkanku pulang. Karena kakak tahu kalau ongkosku memang sudah habis. Apalagi kalau bukan karena kesasar itu. karena kasihan kakak mau mengantarku pulang.

Sesampainya di buah batu, kakak mengajakku keliling bandung dulu. Tapi hanya lewat saja, tidak sampai mampir. Melewati musieum geologi, gedung sate, gasibu, BIP, jalan Aceh, jalan braga, sampai BSM. Walaupun hanya lewat betapa senangnya aku diajak jalan-jalan dengannya.
Itulah pertemuan ketigaku dengan kak Hafizh. Pertemuanku dengan Kak Hafizh masih belum berakhir.

To Be Countinue...to part III (end)

0 comments:

Post a Comment

 

Coretan Gigi Kucing Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea